Islam mengatur
mengenai etika berpakian adalah dengan menutup aurat. Hijab salah satu
bentuk model pakaian yang dapat menutup aurat yang ditawarkan. Kata hijab
berasal dari kata hajaba, yang berarti bersembunyi dari penglihatan, yang juga
berarti al-satr, suatu benda yang menjadi sekat bagi benda yang lain. Jadi
hijab adalah sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk memisah. Pemakaian
hijab lebih dikhususkan pada isteri-isteri Nabi ketika mereka berbicara dengan
laki-laki lain, mereka harus berbicara dibalik tabir dengan begitu
laki-laki yang bukan mahram (orang yang haram
dinikahi) tidak bisa melihat sosok isteri-isteri Nabi, berdasarkan firman
Allah:
"…Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) pada mereka (isteri-isteri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir". (Q.S: al-Ahzab : 53)
Ayat lain
yang memerintahkan tentang penggunaan hijab
adalah Qur’an Surat an-Nûr ayat 30-31. Dari ayat yang tersebut kaum
laki-laki diperintahkan untuk menahan diri dari pandangan yang mengarah pada
perbuatan mesum, sedangkan kaum wanita tidak hanya diperintahkan untuk menahan
pandangan tetapi juga diperintahkan untuk mentaati dan memperhatikan kehidupan
sosial. Hal tersebut memperlihatkan bahwa untuk melindungi moralitas kaum
wanita tidak hanya cukup dengan menghindari pandangan mata dan menjaga
auratnya. pertanyaanya, Apakah Jilbab termasuk dari tuntunan Islam, silahkan
Baca Pengertian Jilbab Cantik Nan Islami
Ala Muslimah
Ayat tersebut
berkaitan dengan beberapa persoalan, yaitu:
1. Menghindari
pandangan atau ghadl al-bashar yang dimaksudkan untuk selalu mewaspadai
zina mata. Arti ghadl al-bashar adalah tidak memandang untuk mencari
kelezatan melainkan yang bersifat pendahuluan dalam pembicaraan saja dan
merupakan pandangan yang tidak disengaja, tidak diulangi dan tidak untuk
mencari kepuasan.
Allah
telah menetapkan bahwa kesempatan pertama melihat dapat dimaafkan sedangkan
pandangan yang kedua tidak, seperti pesan yang disampaikan Nabi kepada Ali.
"Hai Ali janganlah sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan yang lainnya, kamu hanya boleh pada pandangan pertama adapun yang berikutnya adalah tidak boleh". (HR.Ahmad, Abu Daud, dan Tarmidzi).
Rasulullah tidak melarang
memandang wanita tetapi tujuan yang utama adalah untuk mencegah
akibat-akibat negatif yang bisa ditimbulkan, oleh karena itu beliau melarang
melihat yang tidak ada manfaat sosial atau hanya didasarkaan pada motivasi
seksual belaka.
2. Larangaan
memamerkan perhiasan (aurat-nya). Larangan ini berlaku bagi para pria
dan wanita tetapi ada sedikit perintah tambahan bagi kaum wanita yaitu
tidak memamerkan perhiasanya pada pria bukan mahram, kecuali wajah dan kedua
telapak tangan, karena pada dasarnya tubuh seorang wanita adalah
aurat, yang mana seluruh tubuhnya harus di tutup kecuali wajah dan kedua
telapak tangan. Selain itu, setiap orang dilarang juga untuk saling melihat
aurat masing-masing berdasarkan sabda Nabi :
"Dari Abu Sa’id
Al-Khudzry berkata: ”Rasulullah pernah bersabda: Janganlah kaum laki-laki
melihat aurat laki-laki yaang lain dan perempuan melihat aurat perempuan yang
lain dan tidak diperbolehkan dua laki-laki bertelanjang dalam satu kain atau
dua perempuan dalam satu kain".(H.R: Muslim)
Aurat laki-laki
adalah antara pusar sampai lutut sedangkan bagi perempuan seluruh tubuh kecuali
wajah dan kedua telapak tangan, oleh karena itu seorang wanita harus menutup
tubuhnya sesuai dengan Qur’an Surat al-Ahzab ayat 59. Ayat tersebut mengandung
maksud mendidik kaum wanita muslimah agar mengenakan busana luar yang
modelnya sesuai dengan adat kesopanan masyarakat setempat, sehingga tidak
menjadi gunjingan masyarakat. Sabab al-nuzûl ayat tersebut menurut Al-Wahidi,
berkenaan dengan wanita mukmin yang keluar pada malam hari untuk keperluanya
dan pada waktu itu orang-orang munafik mengganggu dan menghalangi mereka.
Berkenaan dengan hal tersebut maka turunlah ayat di atas. Adapun menurut Imam
As-Saddi, dikarenakan di Madinah ada rumah-rumah yang penduduknya sangat
sempit, ketika malam hari para wanitanya keluar untuk memenuhi keperluanya,
demikian juga orang-orang fasik, ketika mereka melihat wanita mengenakan qinâ
(tutup kepala) maka mereka berkata, ”ini adalah perempuan merdeka,
akan tetapi jika mereka melihat perempuan tanpa qinâ maka mereka mengatakan
bahwa perempuan itu adalah budak dan mereka menganggunya.
Dari keterangan di
atas dapat diketahui disyariatkan hijab tidak lebih dari ekspresi rasa
malu yang tercermin dari sikap kaum wanita yang menutupi sisi sensualitasnya,
ketika ia berinteraksi dengan pria bukan mahram, dan untuk menjaga dan
mengantisipasi bahaya-bahaya yang akan menyebabkan kemerosotan moral kaum
wanita.
Seorang wanita yang
akan keluar dari rumahnya dan berinteraksi dengan pria bukan mahram, maka ia
harus memperhatikan sopan santun dan tata cara busana yang dikenakan haruslah
memenuhi beberapa syarat:
1. Meliputi seluruh
badan kecuali yang diperbolehkan yaitu wajah dan kedua telapak tangan
2. Bukan berfungsi
sebagai perhiasan
3. Tebal tidak tipis
4. Longgar tidak
ketat
5. Tidak diberi
parfum atau minyak wangi
6. Tidak menyerupai
pakaian laki-laki
7. Tidak menyerupai
pakaian wanita kafir
8. Bukanlah pakaian
untuk mencari popularitas
Islam
mengajarkan etika berbusana yang menutup aurat tidak lain adalah demi perlindungan
terhadap pengguna (terutama kaum hawa), sehingga pelecehan seksual
tidak terjadi. Dengan demikian harkat dan martabat kaum wanita
akan terlindungi, kalau tidak ingin direndahkan maka hargailah diri sendiri
0 komentar:
Posting Komentar